Tugas Ekonomi Sumber Daya Hutan Medan, April 2019
PEMANFAATAN MATOA (Pometia pinnata) UNTUK
PENINGKATAN PEREKONOMIAN
Dosen Pengasuh :
Dr. Agus Purwoko, S.Hut, M.Si
Oleh :
Berkat Eli William Zega
171201126
HUT 4C
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKLUTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Ekonomi Sumberdaya Hutan ini. Makalah yang berjudul “Manfaat Ekonomi Pohon Matoa” ini dibuat untuk memenuhi syarat dalam mata kuliah Ekonomi Sumberdaya Hutan bagi mahasiswa/i Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si, selaku dosen pengasuh dalam mata kuliah Ekonomi Sumberdaya Hutan ini. Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan dan pembuatan makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan oleh penulis demi kesempurnaan makalah ini.
Medan, April 2019
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................................................2
C. Tujuan .................................................................................................................................................2
BAB II ISI
A. Klasifikasi................................................................................................................................3
B. Daerah Penyebaran & Tempat Tumbuh..................................................................................3
C. Deskripsi.................................................................................................................................3
D. Pemanfaatan............................................................................................................................4
E. Teknik Budidaya.....................................................................................................................5
F. Nilai Ekonomi.........................................................................................................................5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................................................................6
Saran...................................................................................................................................................6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanaman matoa merupakan tanaman khas yang menjadi identitas flora bagi daerah Papua, tanaman ini sangat mudah dijumpai karena pohon matoa sebenarnya tumbuh secara liar di hutan-hutan Papua, penyebaran buah matoa hampir terdapat di seluruh wilayah dataran rendah hingga ketinggian ± 1200 m dpl. Buah matoa mempunyai citarasa yang khas seperti rasa rambutan bercampur dengan lengkeng dan sedikit rasa durian. Karena rasa dan aroma yang dikandungnya membuat matoa memiliki nilai ekonomi penting bagi masyarakat Papua. Meskipun dikenal memiliki citarasa yang khas dan harganya cukup mahal sejauh ini matoa belum dibudidayakan secara intensif. Buah yang diperjualbelikan di pasar lokal berasal dari pohon yang tumbuh secara alami di kebun masyarakat atau kawasan hutan sehingga ketersediaannya terbatas dengan kualitas buah yang beragam. Apalagi sebagian masyarakat memanen buah matoa dengan menebang pohonnya sehingga dari waktu ke waktu ketersediaan pohon penghasil buah semakin berkurang. Di lain pihak, kelezatan buah matoa yang khas semakin banyak peminatnya, bahkan sampai ke luar daerah Papua. Semakin tersedianya sarana transportasi antar pulau semakin memudahkan distribusi buah matoa ke luar Papua.
Memperhatikan berbagai hal tersebut buah matoa dinilai cukup potensial untuk dikembangkan dan dibudidayakan sebagai buah unggulan lokal Papua. Selain menyediakan alternatif sumber pendapatan bagi masyarakat, budidaya juga akan menunjang kelestarian pohon matoa. Dan didukung oleh Keputusan Menteri Pertanian RI No. 160/Kpts/SR.120/3/2006, matoa Papua telah ditetapkan sebagai varietas buah unggul yang patut dibudidayakan. Pengembangan matoa sebagai komoditas buah unggulan lokal akan berperan positif bagi ekonomi masyarakat bila kegiatan tersebut melibatkan masyarakat secara aktif, yaitu masyarakat sebagai pelaku utama pembudidayaan matoa di lahan mereka. Pengembangan matoa oleh masyarakat akan berhasil bila teknik budidaya yang dikembangkan dapat mereka terapkan. Oleh karena
itu teknik budidaya yang dikembangkan harus sesuai dengan nilai dan kapasitas teknologi masyarakat.
Tanaman matoa tumbuh di Maluku, Sulawesi, Kalimantan, dan Jawa pada
ketinggian hingga sekitar 1.400 meter di atas permukaan laut. Selain di Indonesia pohon matoa juga tumbuh di Malaysia, tentunya juga di Papua New Guinea (belahan timurnya Papua), serta di daerah tropis Australia. Tanaman matoa adalah sejenis tumbuhan rambutan, atau dalam ilmu biologi berasal dari keluarga rambutan-rambutanan (Sapindaceae). Berdasarkan warna kulit buahnya matoa dibedakan menjadi tiga jenis yaitu Emme Bhanggahe (Matoa Kulit Merah), Emme Anokhong (Matoa Kulit Hijau) Emme Khabhelaw (Matoa Kulit Kuning). Sedangkan berdasarkan tekstur buahnya matoa dibedakan menjadi dua jenis yaitu matoa kelapa dan matoa papeda. Matoa kelapa dicirikan oleh daging buah yang kenyal dan nglotok seperti rambutan aceh, diameter buah 2,2-2,9 cm dan diameter biji 1,25-1,40 cm. Sedangkan matoa papeda dicirikan oleh daging buahnya yang agak lembek dan lengket dengan diamater buah 1,4- 2,0 cm.
Tanaman matoa memiliki nilai ekonomi serta manfaat di hampir semua bagian tanamannya. Adapun bagian dari tanaman ini yang bernilai yaitu daun, buah, dan batang. Daun matoa mengandung selulosa yang dapat berfungsi sebagai adsorben logam Pb dalam dengan menggunakan aktivator asam sitrat. Daun matoa juga dapat berfungsi sebagai obat tradisional. Buah matoa dikenla sebagai sumber pangan oleh masyarakat papua dan dapat dijadikan berbagai olahan, sedangkan kulit buah matoa telah diadakan penelitian dapat berpotensi sebagai bahan pengganti pembuatan kertas. Adapun batang nya dapat dijadikan sebagai kayu pertukangan dan berbagai olahan kayu. Dan kulit batang dapat berfungsi sebagai pengobatan tradisional.
B. Rumusan Masalah
1. Apa klasifikasi dan deskripsi dari tanaman matoa?
2. Dimana saja matoa dapat ditemukan?
3. Bagaimana pemanfaatan yang dapat dilakukan pada tanaman matoa?
4. Berapa dan apa saja nilai ekonomi yang terkandung dalam tanaman matoa?
5. Bagaimana teknik pembudidayaannya?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk dapat mengetahui informasi tentang matoa, untuk mengetahui pemanfaatan yang dapat dilakukan pada tanaman matoa, untuk mengetahui nilai ekonomi dari matoa, dan untuk mengetahui bagaimana teknik pembudidayaannya.
BAB II
ISI
A. Klasifikasi
Klasifikasi Tanaman Matoa
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Sub Kingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisio : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisio : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (Dikotil)
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Sapindales
Famili : Sapindaceae
Genus : Pometia
Spesies : Pinnata
Nama Latin : Pometia pinnata J.R.& G.Forst
Nama perdagangan dari tanaman ini dikenal dengan matoa. Namun, di beberapa daerah di Indonesia bahkan di beberapa negara lain memiliki sebutan yang unik yaitu Kasai, kongkir, kungkil, ganggo, lauteneng, pakam (Sumatera); galunggung, jampango, kasei, landur (Kalimantan); kase, landung, nautu, tawa, wusel (Sulawesi); jagir, leungsir, sapen (Jawa); hatobu, matoa, motoa, loto, tawan (Maluku); iseh, kauna, keba (Nusatenggara); ihi, mendek, mohui, tawang, senai, tawa (Papua) Malugai (Philippines) atau (PNG); truong (Vanuatu); sibu (Serawak); kasar (Sabah, Malaysia, UK, USA, France, Spain, Italy, German); megan (UK, USA, France, Italy).
B. Daerah Penyebaran dan Tempat Tumbuh
Tanaman matoa tersebar di beberapa tempat yaitu di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Maluku, NTT, Papua. Tanaman matoa dapat dijumpai didaerah hutan hujan tropis dengan tipe curah hujan A sampai B. Jenis ini tumbuh pada tanah latosol, tanah podsolik merah-kuning atau podsolik kuning pada ketinggian sampai 600 m dpl. Di Irian matoa tumbuh baik pada tanah kapur coklat kemerah-merahan.
C. Deskripsi
Berakar tunggang dengan warna coklat. Perakaran tanaman matoa dapat menembus permuka an tanah apabila umur tanaman sudah mencapai puluhan tahun. Matoa merupakan tumbuhan berbentuk pohon dengan tinggi 20-40 m, dan ukuran diameter bata ng dapat mencapai 1,8 meter. Batang silindris, tegak, warna kulit batang coklat keputih-putihan, permukaan kasar. Bercabang banyak sehingga membentuk pohon yang rindang, percabangan simpodial, arah cabang miring hingga datar. Matoa berdaun majemuk, tersusun berseling 4-12 pasang anak daun. Saat muda daunnya berwarna merah cerah, setelah dewasa menjadi hijau, bentuk jorong, panjang 30-40 cm, lebar 8-15 cm. Helaian daun tebal dan kaku, ujung meruncing (acuminatus), pangkal tumpul (obtusus), tepi rata. Pertulangan daun menyirip (pinnate) dengan
permukaan atas dan bawah halus, berlekuk pada bagian pertulangan.
Termasuk bunga majemuk berbentuk corong dan terdapat di ujung batang. Tangkai bunga bulat, pendek berwarna hijau, dengan kelopak berambut hijau. Benang sari pendek, jumlahnya banyak berwarna putih. Putik bertangkai dengan pangkal membulat juga berwarna putih dengan mahkota terdiri 3-4 helai berbentuk pita berwarna kuning. Buah bulat atau lonjong sepanjang 5-6 cm, kulit buah berwarna hijau, merah atau kuning (tergantung varietas). Daging buah lembek, berwarna putih kekuningan. Bentuk biji bulat, berwarna coklat muda sampai kehitam-hitaman. Perbanyaan generatif (biji).
D. Pemanfaatan
Secara tradisional buah dan biji matoa oleh suku Genyem, Sentani, Amumen, Ekari dan Ayamaru dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Buah yang dapat dimakan adalah varietas kelapa, papeda, dan kenari. Biji matoa dapat dimakan setelah diolah. Kayunya dimanfaatkan untuk bahan bangunan (rumah dan jembatan), mebel, ukir-ukiran dan alat pertanian.
Menurut hasil penelitian Kurniawan dkk (2017) kulit buah matoa dapat dijadikan sebagai bahan pengganti dalam pembuatan pulp kertas. Sedangkan menurut penelitian Komarayati dkk (2018) kulit batang matoa dapat digunakan sebagai bahan pembuatan asap cair.
Daun matoa juga memiliki beberapa manfaat, selain dapat dijadikan sebagai bahan obat tradisional daun matoa dapat berfungsi sebagai adsorben logam timbal (Pb) dalam air sesuai dengan hasil penelitian Trihardhini (2015) bahwa daun matoa memilki kemampuan daya serap adsorben daun matoa teraktivasi terhadap logam Pb sebesar 139,3 mg/g. Pemanfaatan tanaman matoa tidak hanya sebatas pada buah, biji, dan batang saja bahkan limbah hasil serutan kayu matoa dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pewarnaan alam kain batik katun (Haerudin dan Farida, 2017).
E. Teknik Budidaya
1. Perbanyakan Generatif
Perbanyak secara generatif dengan biji. Sejauh ini penanaman matoa dikenal pada umumnya dengan menempatkan biji secara langsung di tempat penanaman atau dengan memindahkan anakan yang tumbuh secara alami ke tempat penanaman yang diinginkan. Pohon hasil perbanyakan dengan biji mulai berbuah pada umur 4 – 5 tahun,. Pada perbanyakan dengan biji sebaiknya terlebih dahulu disemaikan dalam polybag dan jika sudah cukup kuat dapat dilakukan pemindahan ke lapangan/kebun. Jarak tanam yang umum adalah 8 sampai 12 meter.
2. Perbanyakan Vegetatif
Tanaman matoa dapat pula diperbanyak secara vegetatif dengan cangkok, stek maupun sambung. Tanaman yang diperbanyak dengan cangkokan sudah mulai berbuah pada umur 2 – 3 tahun.
3. Pemeliharaan
A. Pemupukan
Pemupukan tanaman matoa dimulai pada saat tanam, adapun pupuk yang digunakan adalah pupuk Organik 5 kg, SP 36 1 kg, Urea 0,5 kg, kapur 1 kg. Semua pupuk dicampur menjadi satu dengan tanah galian, bagian atas dibiarkan selama 4-6 hari kemudian ditanami dengan bibit matoa.
B. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman
1. Hama
Lalat Daun menyerang tanaman muda
Tikus memakan buah yang sudah matang
Kelelawar memakan buah yang sudah matang
2. Penyakit
Penggerak Batang menyerang bagian batang dan ranting tanaman matoa.
F. Nilai Ekonomi
Secara tradisional masyarakat Papua mengenal dua jenis matoa untuk membedakan dan menentukan harga jualnya, yaitu matoa kelapa dan matoa papeda. Matoa kelapa merupakan matoa yang paling disukai dan memiliki harga yang mahal karena ukuran buahnya yang besar, rasanya manis dan daging buahnya tebal. Sebaliknya matoa papeda, disebut demikian karena daging buahnya tipis, lembek, berair, dan tidak terlalu manis, harganya tidak terlalu mahal. Pemasaran buah matoa dilakukan secara sederhana di pasar maupun di tempat-tempat penjualan buah musiman. Harga jual buah matoa, sebagaimana buah musiman yang lain, berfluktuasi sesuai dengan ketersediannya. Namun dari tahun ke tahun harga buah matoa cenderung meningkat, dan saat ini berkisar antara Rp. 15.000-Rp 30.000/kg untuk matoa papeda, dan Rp 50.000-Rp 75.000 per kg untuk matoa kelapa. Dengan produksi buah per pohon berkisar antara 100-200 kg, dan harga rata-rata di tingkat petani Rp. 10.000 – Rp. 50.000/kg, setidaknya petani pemilik pohon matoa akan memperoleh penghasilan sebesar Rp 1.000.000-Rp 10.000.000/pohon/ masa panen, tergantung umur pohon matoa, produktivitas buah matoa, dan harga buahnya.
Selain buahnya, beberapa bagian pohon matoa sangat potensial dikembangkan untuk berbagai manfaat. Dengan teknik pengolahan sederhana (dijadikan bubur) biji matoa dapat dijadikan sebagai bahan makanan. Kayunya tidak sekuat dan seawet spesies pometia yang lain, umumnya dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi ringan. Air hasil rebusan kulit batang atau daunnya dapat dimanfaatkan sebagai obat demam dan keletihan. Kulit batang matoa diketahui mampu menyembuhkan luka bernanah. Dengan berbagai manfaat yang dapat diambil dari pohon matoa tersebut pohon matoa mempunyai nilai sosial yang cukup tinggi bagi masyarakat Papua, terutama di Jayapura. Kebanggaan masyarakat atas pohon matoa yang dipandang sebagai jenis buah lokal andalan merupakan modal sosial yang akan sangat menunjang pengembangan matoa sebagai buah unggulan di Papua. Dengan nilai ekonomi yang cukup tinggi, kemudahan budidaya, dan adanya kebanggaan masyarakat atas pohon matoa, jenis ini sangat potensial untuk dikembangkan sebagai buah unggulan lokal.
Selain buahnya, beberapa bagian pohon matoa sangat potensial dikembangkan untuk berbagai manfaat. Dengan teknik pengolahan sederhana (dijadikan bubur) biji matoa dapat dijadikan sebagai bahan makanan. Kayunya tidak sekuat dan seawet spesies pometia yang lain, umumnya dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi ringan. Air hasil rebusan kulit batang atau daunnya dapat dimanfaatkan sebagai obat demam dan keletihan. Kulit batang matoa diketahui mampu menyembuhkan luka bernanah. Dengan berbagai manfaat yang dapat diambil dari pohon matoa tersebut pohon matoa mempunyai nilai sosial yang cukup tinggi bagi masyarakat Papua, terutama di Jayapura. Kebanggaan masyarakat atas pohon matoa yang dipandang sebagai jenis buah lokal andalan merupakan modal sosial yang akan sangat menunjang pengembangan matoa sebagai buah unggulan di Papua. Dengan nilai ekonomi yang cukup tinggi, kemudahan budidaya, dan adanya kebanggaan masyarakat atas pohon matoa, jenis ini sangat potensial untuk dikembangkan sebagai buah unggulan lokal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pohon matoa mempunyai range ekologi yang cukup luas dengan beberapa perlakuan silvikultur yang tidak sulit untuk menumbuhkannya atau membudidayakannya.
2. Variasi karakter fenotif batang, kulit batang, dan daun tanaman matoa tidak berhubungan dengan tipe buah yang akan dihasilkan.
3. Keragaman matoa terutama terekspresi pada keragaman buahnya, baik ukuran, warna, ketebalan daging, dan rasa daging buah.
4. Matoa sangat potensial secara perekonomian untuk dikembangkan sebagai buah lokal Papua dengan sumbangan yang cukup besar terhadap pendapatan.
5. Teknik budidaya matoa meliputi tata cara penanaman, pemeliharaan pohon, pemanenan, pengolahan buah pasca panen, serta pola pertumbuhan matoa.
B. Saran
Perlu dilakukan seleksi dan pengamanan terhadap jenis-jenis matoa yang secara fenotip menampilkan karakter tanaman yang unggul sebagai sumber genetik untuk pengembangan matoa, serta mampu mengatur masa berbuah pohon untuk mengendalikan fluktuasi harga dan ketersediaan matoa di pasar.
DAFTAR PUSTAKA
Garuda, Sitti R dan Syafruddin Kadir. 2014. Tanaman Khas Papua MATOA. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Papua
Haerudin, Agus dan Farida. 2017. Limbah Serutan Kayu Matoa (Pometia pinnata) Sebagai Zat Warna Alam Pada Kain Batik Katun. Jurnal Dinamika Kerajinan dan Batik. 34 (1) : 43-52
Kurniawan, Hendry, Calvin H G, Aning A dan Antaresti. 2017. Pemanfaatan Kulit Buah Matoa Sebagai Kertas Serat Campuran Melalui Proses Pretreatment Dengan Bantuan Gelombang Mikro Dan Ultrasonik. Jurnal Ilmiah Widya Teknik. 16 (1) : 1-10
Komarayati, Sri, Gusmailina dan Lisna E. 2018. Karakteristik Dan Potensi Pemanfaatan Asap Cair Kayu Trema, Nani, Merbau, Matoa, Dan Kayu Malas. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 36 (3) : 219-238
Mataputun, San Paris, Jhonly A R dan Julius Pontoh. 2013. Aktivitas Inhibitor á- Glukosidase Ekstrak Kulit Batang Matoa (Pometia pinnata Spp.) sebagai Agen Antihiperglikemik. Jurnal Mipa Unsrat Online 2 (2) : 119-123
Sidoretno, Wahyu Margi dan Annisa Fauzana. 2018. Aktivitas Antioksidan Daun Matoa (Pometia Pinnata) Dengan Variasi Suhu Pengeringan. Indonesia Natural Research Pharmaceutical Journal. 3 (1) : 16 -26
Trihardhini, Rizky. 2015. Pemanfaatan Daun Matoa (Pometia Pinnata) Sebagai Adsorben Logam Timbal (Pb) Dalam Air Menggunakan Aktivator Asam Sitrat (C6H 8O 7). Jurnal Teknik Lingkungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar